Saturday 7 February 2009

Pengabdian Pada Masyarakat:: Seminar Perpajakan UU PPh Terbaru No. 36 Tahun 2008

Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia
Melaksanakan Pengabdian Pada Masyarakat
Seminar dan Workshop Perpajakan
Implikasi UU PPh Terbaru No. 36 Tahun 2008 pada Perguruan Tinggi

Seminar dan workshop ini dipersembahkan untuk dosen dan karyawan STEI
  • Akan dilaksanakan: Kamis, 19 Februari 2009, 09.00 - 16.00 WIB, lantai 5 STEI
  • Acara terdiri dari kegiatan seminar dan workshop:
  • dengan pemateri Ibu Kus Tri Andyarini, S.E., M.Si
  • dan dilanjutkan dengan workshop yang akan dipandu oleh: Ibu Uun Sunarsih, S.E., M.Si dan Ibu Sulistyowati, S.E., M.Si
Dari seminar dan workshop ini peserta akan dapat mengisi SPT pribadi tahun 2008, dan memperoleh pemahaman tentang UU pajak yang baru yang dapat diterapkan di lingkungan STEI baik untuk dosen maupun karyawan.

Panitia:
Ketua: Kus Tri Andyarini, S.E, M.Si
Sekretaris: Lies Zulfiati, S.E., M.Si
Bendahara: Flourien Nurul Ch., S.E., M.Si
Sie Konsumsi: Merlyana S.E., Juniarti, S.E
Sie Dokumentasi: Diana Supriati S.E.M.Sak

Informasi lebih lanjut akan segera kami bagikan dalam bentuk pamflet dan undangan
Peserta terbatas: 75 orang
Pendaftaran dapat menghubungi Ibu Lies Zulfiati atau Ibu Flourien Nurul

Be There!! Or Be Behind...!

Thursday 5 February 2009

Kisah kehidupan...

Pekan lalu saya sempat menghadiri kajian tafsir di mesjid deket rumah...hari agak mendung sejak pagi...tapi yang datang lumayan...kajian tafsir hari itu akan bahas tafsir QS Ali Imran: 102-105 tentang ciri orang beriman...tapi bukan tafsir ayatnya yang saya mau share di sini (mungkin di tulisan berikutnya)...justru pagi itu uraian ustadzah erna yang lembut itu sangat membekas pada saat awal dan akhir...di awal mulainya kajian beliau mengingatkan hadirin tentang mengapa rahmat Allah tidak sampai kepada kita...diantaranya adalah karena kita tidak menyimak dengan serius ketika ada orang yang sedang membaca alqur'an...kadang kita malah sibuk ber-sms ria or bisik sana sini, meski yang dibisiki mungkin urusan penting tapi apakah lebih penting daripada ayat-ayat Allah?? maka jangan heran kalo rahmat Allah tidak sampai kepada kita...belom lagi kebiasaan menyetel kaset murottal (bacaan quran) tapi kita mendengarkan sambil nyapu, masak, kerja, chatting(??)...mungkin maksudnya baik agar semua panca indera kita selalu tak pernah lepas dari ayat-ayat Allah...tapi rasanya kurang ahsan...kurang mulia...mengingat ketinggian kalimat-kalimat Allah dalam Alquran...seandainya bos kita di tempat kita bicara pada kita...lalu kita yang diajak bicara sibuk ber sms ria...kira-kira apa jadinya??? Subhanallah...nasihat pagi yang simple itu kembali mengingatkan kita yang hadir untuk lebih memuliakan kalimat-kalimat Allah...

Di jelang akhir kajian..ustadzah membagi sebuah kisah...kisah yang sangat mengharu biru sebagian besar yang hadir...(saya yang waktu itu kebetulan bantu jadi mc sempat tercekat dan ga sadar terisak...) cerita itu bukan cerita di zaman nabi dan para sahabat yang mungkin kadang begitu jauh jarak dan waktu...cerita itu bukan dongeng dari negeri antah berantah...cerita itu nyata dituturkan oleh siempunya kisah kepada ustazah dalam sebuah ta'lim dan kemudian ustazah membaginya kepada kami semua yang hadir pagi itu...

Kisah ini tentang cinta, buah kesabaran dan ketinggian iman...sebuah keluarga sederhana...walau lebih mudah untuk dikatakan miskin...ibunya seorang ibu rumah tangga yang kadang menerima jahitan dari tetangga, sang ayah seorang montir di sebuah bengkel...mereka orang tua yang berbahagia...mereka dikaruniai 11 orang anak...mereka tinggal di sebuah rumah kontrakan secara nomaden...(pindah dari satu rumah kontrakan ke rumah kontrakan yang lain...)lebih sering karena mereka ga bisa melunasi uang sewa rumah...atau karena yang punya rumah seringkali protes karena keluarga itu dianggap menggunakan fasilitas seperti air, listrik secara besar2an...(mengingat 11 orang anak plus 2 orang tua...mereka tentu mandi, cuci dll...air atau listrik ga pernah henti digunakan...) tak jarang mereka memperoleh cacian dan istilah yang sangat menghina....tapi keluarga itu tidak pernah merasa sakit hati...soal makan? si ibu pandai mengatur dengan penghasilan suami yang tidak pasti...jika tidak ada rizki maka hari itu seluruh anggota keluarga berpuasa...jika beroleh rizki..yang hanya cukup untuk beli bayam dan tempe...maka si ibu akan membuat sayur bening dengan kuah yang banyak dan membagi dengan adil kepada seluruh anggota keluarga dengan rasa syukur yang tak henti...kebiasaan si ibu kepada setiap anaknya...ketika mereka masih kecil ibu menimang mereka sambil membaca alquran dan mengelus kepala anaknya supaya mereka menjadi anak-anak yang sholeh dan sabar...menghadapi beratnya ujian hidup...

Suatu ketika bos tempat sang ayah bekerja berkunjung ke rumah kontrakan mereka...dan sangat terkejut melihat betapa karyawannya hidup di rumah petakan bersama 12 orang penghuni lainnya...rizki Allah melimpah atas keluarga itu karena bos tempat sang ayah bekerja memutuskan untuk membelikan sebuah rumah...akhirnya keluarga itu pindah ke rumah mereka yang baru...kehidupan berjalan...semua kekurangan dan kesusahan tak pernah melunturkan rasa syukur mereka atas semua karunia Allah...tak pernah melunturkan cinta istri kepada suaminya, cinta ibu kepada anak-anaknya...sampai suatu ketika si anak sulung di terima di fakultas kedokteran sebuah universitas...keterbatasan
menyebabkan mereka semua harus membuat keputusan yang berat...menjual rumah yang mereka tempati...untuk biaya kuliah...mereka kembali mengontrak...masa berganti...si sulung lulus kuliah dan mulai bekerja...si sulung kemudian membantu membiayai biaya hidup adik-adiknya...hingga kemudian satu per satu mereka mampu berdiri sendiri...

Sekarang...ibu yang penuh cinta, kesabaran dan keimanan itu memetik hasilnya...ia dicintai oleh anak-anaknya...si ibu tak pernah kekurangan soal uang, soal pakaian...setiap anak nya pasti membelikan nya pakaian baru tidak hanya itu bahkan seluruh perlengkapannya...dan kemudian ia dan sang suami berhaji...

Pagi menjelang siang di kajian tafsir itu menjadi hening...rasanya semua yang hadir dihadapkan pada sebuah cermin...kehidupan yang dijalani saat ini tentulah tak sesulit apa yang dihadapi keluarga tadi...tapi betapa seringnya keluh kesah itu...betapa mudah nya merasa kesal pada anak, pada suami...pada diri sendiri...pada nasib...kisah itu begitu menyentuh kalbu yang paling dalam...hingga saya kuatir saya ga bisa menutup acara karena hati dan mata saya berkabut haru...subhanallah hingga hari ini setiap kali saya mengingat kisah itu rasanya saya malu...saya masih perlu banyak belajar untuk senantiasa bersyukur atas segala nikmat Allah yang saya terima...banyak belajar untuk senantiasa menumbuh suburkan rasa cinta pada suami...orang terdekat..terkasih...yang mampu membuat saya menghuni surga...bersamanya...